Ampera Minta Klarifikasi Prosedural Polda Sulbar Terkait Aduan Tambang Pasir di Pasangkayu
ANALYSIS.ID, Mamuju — Proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas laporan dugaan pelanggaran kegiatan tambang pasir di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, menjadi perhatian Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Manakarra (Ampera).
Aliansi ini menyampaikan pandangannya mengenai perlunya penyelarasan langkah dalam menindaklanjuti aduan yang telah disampaikan kepada Polda Sulawesi Barat (Sulbar). Kamis (04/12/2025).
Ketua Ampera, Agriawan, menjelaskan bahwa dalam proses BAP di ruang Subdirektorat 4 Tindak Pidana Tertentu (TIPIDTER), terjadi diskusi substantif yang menimbulkan perbedaan pandangan mengenai implementasi regulasi.
Diskusi tersebut melibatkan beberapa personel kepolisian, yang memicu keraguan Ampera mengenai kesamaan pemahaman terkait urgensi laporan.
“Kami merasa bahwa aduan pelanggaran yang kami sampaikan memerlukan pendalaman yang lebih terperinci. Kami berharap laporan masyarakat dapat ditindaklanjuti dengan tingkat atensi yang proporsional,” ungkap Agriawan dalam keterangannya.
Laporan Ampera mencakup enam dugaan pelanggaran mendasar, mulai dari dugaan aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung tanpa IPPKH, ketiadaan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK), dugaan praktik ‘dokumen terbang’, hingga dugaan penjualan tanpa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah, serta dugaan kerja sama instansi terkait dalam penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Namun, ia mencatat adanya pandangan dari salah satu personel yang mengemukakan bahwa penanganan kasus ini idealnya berada di ranah direktorat pertambangan, bukan sepenuhnya kewenangan kepolisian.
ia berpendapat, pernyataan ini menuntut adanya klarifikasi lebih lanjut mengenai batasan kewenangan APH dalam mengusut locus delicti di sektor pertambangan.
Persoalan krusial lainnya terletak pada isu RKAB dan potensi kerugian negara. Terdapat pandangan yang mencoba mereduksi urgensi RKAB, dengan fokus utama pada pemenuhan kewajiban pajak. Melalui ini, ia dengan tegas menyatakan bahwa ini adalah distorsi interpretasi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Pajak di sektor ini bergantung pada RKAB. Menjual tanpa dasar RKAB yang jelas, terlepas dari dibayarkannya pajak, tetap berisiko menimbulkan kerugian negara dan dampak lingkungan yang tak terhindarkan,” imbuhnya.
lebih lanjut ia juga menyayangkan adanya pernyataan yang berusaha menurunkan derajat urgensi laporan dengan menyebutnya “masalah kecil.” Hal ini, menurut Ampera, dapat menciptakan persepsi publik yang kurang positif terhadap independensi proses hukum.
Menyikapi hal ini, ia mendesak Polda Sulbar untuk segera melakukan verifikasi faktual di lokasi serta memeriksa kelengkapan dokumen perizinan perusahaan dan peran instansi pelabuhan yang terlibat.
“Kami berharap Kapolda Sulbar dapat memastikan proses hukum berjalan tanpa diskriminasi, menegakkan prinsip bahwa tidak ada pihak yang berada di atas hukum. Jika langkah ini tidak diambil, kami berencana menyampaikan aspirasi ini melalui audiensi resmi dan mobilisasi massa yang terorganisasi,” tutupnya.
ia menegaskan bahwa mereka menghormati kegiatan pertambangan yang legal, namun menekankan pentingnya kepatuhan terhadap koridor hukum dan perizinan demi menjaga ekosistem pesisir dan memastikan keuntungan ekonomi berjalan selaras dengan tanggung jawab lingkungan dan penerimaan negara.(*)
Hingga berita ini diturunkan, upaya untuk melakukan konfirmasi ke Subdirektorat 4 Tindak Pidana Tertentu (TIPIDTER) Polda Sulbar, juga terus dilakukan.

Tinggalkan Balasan